oleh : Arc
Tulisan ini bukanlah sebuah acuan yang baku untuk menjelaskan
tentang luasnya filsafat sendiri, bahkan ini bisa dikatakan sebagai sedikit
bekal awal untuk memulai memasuki dunia filsafat yang amat luas.
Kebanyakan dari kita beranggapan kepada filsafat adalah sebuah hal yang susah untuk dipelajari dan menjadi mental block dalam mindset kita. Kita takut untuk mengenalinya lebih dekat dan berseda gurau dengannya, secara tidak sadar sedari kecil kita selalu berfilsafat, ingatkah saat dulu kita bertanya pada diri kita sendiri tentang pohon, matahari, bulan, bintang, hewan bahkan Tuhan. Apakah kita masih ingat kala kecil muncul pertanyaan “siapakah saya?” lalu kita iseng-iseng bertanya lagi matahari itu bahan bakarnya apa? Mengapa aku sekarang hidup disini dan mengapa aku tidak hidup disana? Dan banyak sekali pertanyaan saat kita masih kecil kepada dunia yang hanya diam menyaksikan kebingungan kita.
Kebanyakan dari kita beranggapan kepada filsafat adalah sebuah hal yang susah untuk dipelajari dan menjadi mental block dalam mindset kita. Kita takut untuk mengenalinya lebih dekat dan berseda gurau dengannya, secara tidak sadar sedari kecil kita selalu berfilsafat, ingatkah saat dulu kita bertanya pada diri kita sendiri tentang pohon, matahari, bulan, bintang, hewan bahkan Tuhan. Apakah kita masih ingat kala kecil muncul pertanyaan “siapakah saya?” lalu kita iseng-iseng bertanya lagi matahari itu bahan bakarnya apa? Mengapa aku sekarang hidup disini dan mengapa aku tidak hidup disana? Dan banyak sekali pertanyaan saat kita masih kecil kepada dunia yang hanya diam menyaksikan kebingungan kita.
Seorang yang menekuni filsafat atau ahli dalam filsafat
disebut dengan filsuf, dan dari segi bahasa filsafat berasal dari Yunani, philo
dan shophia (ralat jika penulisan salah), buku filsafat yang mungkin bisa
menceritakan filsafat dengan menarik itu bisa ditemukan dalam buku “Dunia
Sofie”. Cinta kebijaksanaan atau mencintai kebenaran, begitulah secara umum
filsafat sering disebut. Dan lebih umumnya filsafat bisa diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan segala
fenomena yang terjadi didunia ini dalam sebuah teori. Iya teori, dalam
berfilsafat kita harus menggunakan teori-teori untuk menjelaskan segala
kejadian yang ada serta jika ditunjang dengan retorika yang baik maka
menjelaskan filsafat akan menjadi lebih mudah. Selain itu tujuan kita
berfilsafat haruslah jelas karena filsafat merupakan akar ilmu dari segala ilmu. Tujuan filsafat adalah
mencari sebuah kebenaran dan kebenaran itu bisa subjektif dan objektif,
kebenaran yang dimaksud ialah sifat fari kebenaran tadi, semisal kebenaran
bersifat subjektif suatu hari anda berdebat dengan teman anda tentang memakai
tatto pada tubuh tubuh itu tidak baik dan bertentangan dengan norma yang
berlaku pada masyarakat, tetapi teman anda menyangkal bahwa menngunakan tatto
merupaka n perwujudan akan seni yang dituangkan dalam tubuh, perdebatan ini
tidak akan pernah selesai karena masing-masing mempunyai sudut pandangnya
sendiri. Kebenaran bersifat objektif dimana setiap analisisnya didasrkan pada
kenyataaan yang terjadi dan bersifat mengikat karean telah terbuktikan,
contohnya Bumi mengitari Matahari, sapi melahirkan anak dan lain sebagainya.
Dan harus digaris bawahi jangkauan filsafat juga terbatas oleh akal manusia, karena tidak semua disemesta ini yang bisa dilogikakan begitu saja.
Sebelum melanjutkan
kemateri cara berpikir filsafat perlu dikenali dulu bahwa modern ini filsafat
secara garis besar dibagi menjadi 2 aliran besar yaitu, filsafat Materialisme
dan filsafat Idealisme . Filsafat materialisme merangkum didalam setiap
jangkauannya dilihat dari kemampuan indrawi atau panca indera yang dimiliki
manusia, filsafat idealism setiap jangkauannya dilihat dari kemampuan ide yang
ada di alam ide atau “dunia ide” yang dijelaskan oleh Plato, seperti khayalan
dan imajinasi itu merupakan bagian dari fisafat idealisme.
Dalam kesempatan kali ini kita akan berbicara mengenai Hukum Kausalitas (sebab-akibat), langsung saja sebuah contoh sederhana,
Sebab: Seorang tukang kayu membuat kursi.
Akibat: Kursi dijadikan tempat duduk.
Ada sebab dimana seorang tukang kayu yang membuat kursi dan berakibat kursi tersebut dijadikan tempat duduk.
Dalam kesempatan kali ini kita akan berbicara mengenai Hukum Kausalitas (sebab-akibat), langsung saja sebuah contoh sederhana,
Sebab: Seorang tukang kayu membuat kursi.
Akibat: Kursi dijadikan tempat duduk.
Ada sebab dimana seorang tukang kayu yang membuat kursi dan berakibat kursi tersebut dijadikan tempat duduk.
Hukum Kausalitas diatas sering kita dengar dan acapkali
dipraktekan juga, didalam fisafat diketahui bahwa sesuatu yang “diadakan” atau
“ada” pasti memiliki “sebab” (kausa). Sementara dalam aliran
Aristotelarian Hukum Kausalitas dibagi
menjadi 4 bagian,
Ø Kausa karya: segala sesuatu yang sesuatu itu ada karenanya
Ø Kausa bahan: segala sesuatu yang mengadakan sesuatu dengan kekuatan.
Ø Kausa bentuk: segala sesuatu yang mengadakan sesuatu dengan tindakan.
Ø Kausa tujuan: segala sesuatu yang menjadikan tujuan adanya sesuatu.
Contoh,
Kausa
Karya: Tukang kayu yang membuat kursi.
Kausa
Bahan: Kayu yang dipakai oleh tukang kayu untuk membuat kursi.
Kausa
Bentuk: Bentuk dari kursi yang dibuat tukang kayu.
Kausa
Tujuan: Aktivitas duduk yang menjadi tujuan tukang kayu membuat kursi.
Teori ini
secara gemilang di abad pertengahan. Dari sinilah muncul istilah “Prima Causa”
(Sebab Utama) dan “kausa dari semua kausa” yang ditujukan kepada Allah SWT.
Dalam berfilsafat selalu akan ada dialektika yang akan dibahas dilain
kesempatan. Sekian..
Komentar
Posting Komentar