Langsung ke konten utama

Delusi Struktural

Mungkin sedikit berpikir agak mendalam mengenai ini, akan tetapi harus aku tuangkan dalam sebuah tulisan yang bisa mewakili gelisah pikiran ku mengenai hal ini. Tulisan ini termotivasi mengenai bagaimana kita mengambil sudut pandang dari sebuah masalah yang terjadi. Kejadian itu terjadi beberapa hari atau mungkin minggu yang lalu, sebuah kegagalan pemahaman yang diambil dari satu pihak dan begitu menghakimi bahkan hingga sebuah pembelaan dari terdakwa pun tidak akan diperbolehkan. Sebuah pemandangan yang memang acapkali ditemui dimasyarakat dan lingkungan sosial.

Banyak pribadi beranggapan bahwa dia selalu benar dalam setiap masalah dan merasa paling tahu bahkan berkeyakinan dia pintar, terkadang merasa ataupun berpikir yang lain hanya boleh mengikuti kehendak idenya yang dituangkan, apapun yang berkaitan dan support tentang daya idenya adalah teman yang harus dilindungi dan dijaga selama pendapatnya se-iya se-kata, akan tetapi jika pandangannya berbeda dan bertolak belakang apa mau dikata, stop don't here, keep out. Superioritas dari dalam dirinya keluar dan seolah-olah mengendalikan yang lain, berprasangka dialah alfa yang selalu memutuskan segala perkara dan tidak ada yang boleh menentang atau apapun, bahkan kediktatoran dianggap wajar. Meskipun bukan sikap dan cara diktator yang seharusnya diambil tetapi sebuah garis tegas dari diktatorlah yang harus dijalankan secara bijaksana.

Delusi struktural begitulah ungkapan yang bisa aku keluarkan, dimana sebuah sikap yang mengalami gagal paham yang begitu kompleks dan menjalar disegala bidang pandangan seseorang. Apa jadinya jika seseorang mengalami ini, pasti dia sekarang mulai ditinggalkan teman dekatnya karena begitu capek harus menuruti segala keinginannya hingga jika menolak maka akan turun sebuah sinyal ketidaksukaan. Rikuh dan sungkan jika orang Jawa bilang, akhirnya opsi terbaik adalah menghindar dari sosialitanya dan menjalani hidup sesuai harapan yang tidak terikat oleh perasaan mengekang dan mendiskriminasi.

Akhirnya kita juga harus sadar satu hal, pengidap delusi struktural ini perlu ditemani juga, bukan untuk dijauhi, ini pandangan bijaknya. Kita harus berikan serum akan kesadaran universal dalam lingkungan sosial secara perlahan-lahan agar mulai terbuka jalan pikirnya, akan tetapi jika tidak mempan juga bukan salah kita karena gagal mengajaknya sadar, biarkan "Tangan" Tuhan yang mengatur semuanya.


Komentar

  1. baru tau kalau hal seperti itu merupakan gangguan kejiwaan.. saya rasa semua orang pernah berada di "titik" itu. atau mungkin "gue" aja kali yah.. lhah terganggu dong psikologis gue
    tapi dari tulisan-tulisan di atas yang paling berkesan adalah biarkan "Tangan" Tuhan yang mengatur semuanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih kunjungannya, hehe.. saya rasa perlu digaris bawahi delusi ini akan mengakibatkan sesuatu, kita berpegan pada hukum sebab-akibat, pengidap delusi ini akan sangat mudah ditinggalkan oleh teman-teman didekatnya, karena menjaga jarak dengan orang tersebut.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amorfati tanpa ego fatum.

Berjalan menjalani kehidupan yang meliuk-liuk ini begitu melelahkan, kaki ini capek melangkah, tangan ini lelah menahan beban yang dibawa, punggung ini akankah tetap mampu menahan hantaman kehidupan, pikiran ini bergelayut terbang ke dunia angan yang tak bertepi dan tak berjurang, ingin rasanya jatuh saja kedalam lorong hitam gelap agar ku tak perlu repot dengan ini semua, hati ini berkecambuk resah gundah gulana. Gravitasi seakan semakin kuat menarik kita untuk jatuh tersungkur mencium bumi yang mulai tandus ini. Tapi apakah ini kan menjadi akhir dari dialektika panjang kehidupan yang dimulai sejak ruh   itu ditiupkan dalam rahim ibunda. Tentulah bukan, ini adalah indahnya kehidupan yang penuh nilai estetika. Hidup ini setelah jatuh bukanlah harus terus tersungkur dan menyerah tanpa harap untuk bisa bangkit lagi, karena kesucian dalam kehidupan bukanlah menyerah tanpa harap tapi bangkit lagi dengan penuh kepasrahan kepada Allah SWT dan penuh harap padaNYA hanya padaNYA.  ...

Sabrang Mowo Damar Panuluh

Semacam ada rasa canggung saat pertama kali meletakkan 10 jari ini pada keyboard, didalam pikiran terdapat banyak   sekali kata yang saling berebut untuk minta diketik pada Microsoft word, mereka saling berjubel diujung-ujung neuron (sel-sel saraf) seperti rakyat kita kala antri untuk beras murah dari pemerintah. Bahkan dari huruf yang membentuk kata, dari kata yang membentuk kalimat serta kalimat yang terangkai dalam bingkai panjang paragraph pun ada, mereka berdesak-desakan ingin keluar dari pikiran untuk ditulis dalam bentuk nyata berupa deretan huruf yang bisa dibaca. Bahkan mereka berteriak dalam imaji ku “keluarkan kami, keluarkan kami, kami bosan berada dalam pikiran mu, tolong keluarkan kami, lahirkan kami sebagai hal nyata yang bisa dibaca”, teriak salah satu kalimat dalam imaji tadi. Begitu gaduhnya pikiran ini hingga penulis yang dulunya sangat sabar dalam meredam mereka untuk keluar (karena malas nulis) akhirnya tak tahan lagi hingga terwujudlah kombi...

Sayap Kebebasan

Kebebasan mempunyai banyak makna dan arti, karena disetiap manusia mempunyai angan, persepsi, argumentasi yang berbeda yang telah terbentuk dalam diri mereka karena pengalaman yang telah mereka lalui, dari bacaan yang mereka mengerti. Disini kebebasan itu adalah sebuah karunia atau sebuah tujuan yang harus dicapai untuk mencapai tujuan yang lain. Karena saat diri kita terkekang, kita harus tahu cara menikmati kekangan itu hingga akhirnya yang awalnya kekangan menjadikan jalan untuk kebebasan.  Prinsip utama dalam kebebasan adalah tahu dimana itu batasan. Menjadi manusia yang bebas tetapi tidak tahu batas juga akan merenggut kebebasan orang lain. Prinsip dasar dari kebebasan yang dibahas adalah terbebas dari diskriminasi, penyempitan pemikiran yang membuat buta akan sesuatu, doktrin yang membelenggu pikiran dan hati, keadaan dimana kita harus benar-benar mampu bertahan dalam setiap kondisi yang ada. Sayap kebebasan adalah sebuah ide untuk kita mencapai tujuan kita dengan...