Mungkin sedikit berpikir agak mendalam mengenai ini, akan tetapi harus aku tuangkan dalam sebuah tulisan yang bisa mewakili gelisah pikiran ku mengenai hal ini. Tulisan ini termotivasi mengenai bagaimana kita mengambil sudut pandang dari sebuah masalah yang terjadi. Kejadian itu terjadi beberapa hari atau mungkin minggu yang lalu, sebuah kegagalan pemahaman yang diambil dari satu pihak dan begitu menghakimi bahkan hingga sebuah pembelaan dari terdakwa pun tidak akan diperbolehkan. Sebuah pemandangan yang memang acapkali ditemui dimasyarakat dan lingkungan sosial.
Banyak pribadi beranggapan bahwa dia selalu benar dalam setiap masalah dan merasa paling tahu bahkan berkeyakinan dia pintar, terkadang merasa ataupun berpikir yang lain hanya boleh mengikuti kehendak idenya yang dituangkan, apapun yang berkaitan dan support tentang daya idenya adalah teman yang harus dilindungi dan dijaga selama pendapatnya se-iya se-kata, akan tetapi jika pandangannya berbeda dan bertolak belakang apa mau dikata, stop don't here, keep out. Superioritas dari dalam dirinya keluar dan seolah-olah mengendalikan yang lain, berprasangka dialah alfa yang selalu memutuskan segala perkara dan tidak ada yang boleh menentang atau apapun, bahkan kediktatoran dianggap wajar. Meskipun bukan sikap dan cara diktator yang seharusnya diambil tetapi sebuah garis tegas dari diktatorlah yang harus dijalankan secara bijaksana.
Delusi struktural begitulah ungkapan yang bisa aku keluarkan, dimana sebuah sikap yang mengalami gagal paham yang begitu kompleks dan menjalar disegala bidang pandangan seseorang. Apa jadinya jika seseorang mengalami ini, pasti dia sekarang mulai ditinggalkan teman dekatnya karena begitu capek harus menuruti segala keinginannya hingga jika menolak maka akan turun sebuah sinyal ketidaksukaan. Rikuh dan sungkan jika orang Jawa bilang, akhirnya opsi terbaik adalah menghindar dari sosialitanya dan menjalani hidup sesuai harapan yang tidak terikat oleh perasaan mengekang dan mendiskriminasi.
Akhirnya kita juga harus sadar satu hal, pengidap delusi struktural ini perlu ditemani juga, bukan untuk dijauhi, ini pandangan bijaknya. Kita harus berikan serum akan kesadaran universal dalam lingkungan sosial secara perlahan-lahan agar mulai terbuka jalan pikirnya, akan tetapi jika tidak mempan juga bukan salah kita karena gagal mengajaknya sadar, biarkan "Tangan" Tuhan yang mengatur semuanya.
Banyak pribadi beranggapan bahwa dia selalu benar dalam setiap masalah dan merasa paling tahu bahkan berkeyakinan dia pintar, terkadang merasa ataupun berpikir yang lain hanya boleh mengikuti kehendak idenya yang dituangkan, apapun yang berkaitan dan support tentang daya idenya adalah teman yang harus dilindungi dan dijaga selama pendapatnya se-iya se-kata, akan tetapi jika pandangannya berbeda dan bertolak belakang apa mau dikata, stop don't here, keep out. Superioritas dari dalam dirinya keluar dan seolah-olah mengendalikan yang lain, berprasangka dialah alfa yang selalu memutuskan segala perkara dan tidak ada yang boleh menentang atau apapun, bahkan kediktatoran dianggap wajar. Meskipun bukan sikap dan cara diktator yang seharusnya diambil tetapi sebuah garis tegas dari diktatorlah yang harus dijalankan secara bijaksana.
Delusi struktural begitulah ungkapan yang bisa aku keluarkan, dimana sebuah sikap yang mengalami gagal paham yang begitu kompleks dan menjalar disegala bidang pandangan seseorang. Apa jadinya jika seseorang mengalami ini, pasti dia sekarang mulai ditinggalkan teman dekatnya karena begitu capek harus menuruti segala keinginannya hingga jika menolak maka akan turun sebuah sinyal ketidaksukaan. Rikuh dan sungkan jika orang Jawa bilang, akhirnya opsi terbaik adalah menghindar dari sosialitanya dan menjalani hidup sesuai harapan yang tidak terikat oleh perasaan mengekang dan mendiskriminasi.
Akhirnya kita juga harus sadar satu hal, pengidap delusi struktural ini perlu ditemani juga, bukan untuk dijauhi, ini pandangan bijaknya. Kita harus berikan serum akan kesadaran universal dalam lingkungan sosial secara perlahan-lahan agar mulai terbuka jalan pikirnya, akan tetapi jika tidak mempan juga bukan salah kita karena gagal mengajaknya sadar, biarkan "Tangan" Tuhan yang mengatur semuanya.
baru tau kalau hal seperti itu merupakan gangguan kejiwaan.. saya rasa semua orang pernah berada di "titik" itu. atau mungkin "gue" aja kali yah.. lhah terganggu dong psikologis gue
BalasHapustapi dari tulisan-tulisan di atas yang paling berkesan adalah biarkan "Tangan" Tuhan yang mengatur semuanya
terima kasih kunjungannya, hehe.. saya rasa perlu digaris bawahi delusi ini akan mengakibatkan sesuatu, kita berpegan pada hukum sebab-akibat, pengidap delusi ini akan sangat mudah ditinggalkan oleh teman-teman didekatnya, karena menjaga jarak dengan orang tersebut.
Hapus