Langsung ke konten utama

Prinsip Belajar Study, Work, Riffle



Sejarah pendidikan di Bumi Pertiwi merupakan sejarah panjang yang tidak bisa dilupakan begitu saja, pola pendidikan yang telah ditanamkan pada masa lampau sedikit banyak akan mempengaruhi pola pendidikan yang ada saat ini. Pada masa perjuangan dulu pendidikan dijadikan wadah untuk sarana merebut kemerdekaan secara intelektual, dengan semboyan Study, Work, Riffle. Semboyan ini mempunyai maksud ialah menjadikan anak bangsa menjadi terdidik agar mencapai suatu kesadaran bersama yang akan mengerucut pada kesatuan sebuah visi, setelah kesadaran tersebut terbentuk maka selanjutnya adalah kerja, iya sebuah kerja nyata dalam upaya membentuk sebuah aliansi yang bisa menjadi kekuatan dalam menggalang masa dan menyiapkan sebuah senjata untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh kaum penjajah kala itu. Dan yap yang terakhir adalah menjadi senjata itu sendiri, setelah kita mempunyai kesadaran yang penuh akan kondisi yang dialami dan sudah mampu bekerjasama dan memciptakan karya, entah itu puisi, orasi, diskusi-diskusi, oplah, dan banyak lagi media propaganda lainnya maka karya yang telah tercipta tersebut dijadikan senjata untuk melawan. Tidak hanya itu, karena ini merupakan perjuangan dibidang intelektual tentu saja hal ini mencakup berbagai aspek didalamnya, dari perjuangan politik dengan diplomasi-diplomasi agar tercipta politik yang berdaulat, perjuangan ekonomi dengan membentuk pasar-pasar atau ketahanan pangan yang secara berdikari, perjuangan social budaya dengan membentuk kepribadian yang tangguh dan kuat agar tidak mudah terpengaruhi oleh budaya asing yang masuk kedalam negeri. Agar itu semua tercapai maka perlulah dilakukannya prinsip Study, Work, Riffle secara komprehen. 

Menilik dari paparan diatas masih layak kah prinsip Study, Work, Riffle dijalankan di era saat ini? Memang perlu ada kajian karena Negara kita telah menyatakan Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 lalu, lantas apakah sekarang Rakyat Indonesia sudah benar-benar merdeka secara utuh? Perlu diingat bersama, bahwa kemerdekaan yang telah direbut mati-matian dengan mengorbankan harta, pikiran bahkan nyawa itu adalah awal kita untuk mencapai gerbang kemerdekaan yang sebenar-benarnya yaitu keadialan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan sebagai generasi yang mengisi kemerdekaan janganlah kita sampai membuat menangis pahlawan-pahlawan yang telah berjuang habis-habis untuk merebut kemerdekaan ini. Coba perhatikan kondisi saat ini, politik di senayan sudah tidak jelas warna dan rupa konsistennya, mereka menggunakan prisnsip suci gotong-royong kedalam konotasi yang buruk, mereka bergotong-royong untuk korupsi. Ekonomi sekarang apakah sudah berdikari negeri ini? Tentulah belum sama sekali, karena sungguh ironi di negeri yang lautannya membentang dari aceh sampai papua harus impor garam, ditambah impor daging, beras, minyak sayur, susu, gandum. Bumi pertiwi kita kaya bahkan sempat ada yang berkata Indonesia adalah sempalah surga yang Tuhan yang maha kuasa turunkan di dunia. Ekonomi kita masih jauh karena tambang kita milik asing semua, alasan yang santer terdengar adalah bahwa kita belum mampu mengolah, iya kita belum mampu karena apa? SDM kah? Atau memang semua ini adanya “tangan” asing yang bermain didalamnya. Secara sosial budaya sekarang negeri ini diserang dengan budaya luar yang masuk kedalam negeri kita, bahkan yang membuat miris adalah budaya barat yang tanpa filter masuk, budaya Negara seberang pun juga masuk tanpa filter, sungguh kurang waras saat kenakalan remaja sudah dianggap biasa saja. Ini menandakan bahwa kepribadian bangsa ini telah dikikis secara massive dan terencana oleh penjajah yang sebenarnya masih ada. 

Akhir dari tulisan ini adalah tentang pertanyaan dan penawaran, apakah sebab semua ini bisa terjadi? Lantas mengapa kita tidak bisa menanggulanginya? Saya sangat yakin ini karena prinsip Study, Work, Riffle telah dihilangkan, system pendidikan saat ini banyak mengajarkan persaingan terhadap satu individu dan individu yang lain, ini menjauhkan anak bangsa dari prinsip gotong royong tadi, tapi kita juga harus mempunyai konstilasi berpikir yang dalam dan meluas juga untuk menanggapi hal ini, jangan berpikir sempit dan dangkal. Akhirnya marilah kita membangun diri kita sendiri dan membangun generasi disekitar kita sesui posisi dan proporsinya, karena saat kita mulai menanam benih kesadaran maka suatu saat pohon kesadaran itu akan tumbuh subur dan mungkin kita tidak bisa menikmati tapi anak cucu dan keturunan kita bisa merasakannya, kita punya gaya tafsir sendiri tentang study work riffle, tapi pada dasarnya kita mempunyai satu visi besar yang sama yaitu KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA. 


Komentar

  1. Bagus banget bung tulisannya. Sedikit masukan, mungkin corak pendidikan yang Study,work,riffle itu diperjelas dan diperluas kapan eranya berlangsung. Karena menurut logika saya sebelum 17 Agustus 45. Corak pendidikan masih bersifat kolonialistik. l
    Untuk slebihnya mngkin di penulisan yang agak salah huruf. Heheheh...
    Tapi, secara keseluruhan luar biasa....

    Sedikit mengutip kalimat seorang penulis " Menulis adalah menggores sejarah, sehebat apapun orang itu apabila tidak menulis maka ia pun akan terkikis".

    See You...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lama tidak jumpa bung DN Susilo,, terima kasih masukannya, iya bung perbaikan penulisan sedang berlangsung ini juga lupa materi yang pernah dibaca dulu soal SPI waktu di LMND tentang tanggal dan tahun, sehat sejahtera selalu.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amorfati tanpa ego fatum.

Berjalan menjalani kehidupan yang meliuk-liuk ini begitu melelahkan, kaki ini capek melangkah, tangan ini lelah menahan beban yang dibawa, punggung ini akankah tetap mampu menahan hantaman kehidupan, pikiran ini bergelayut terbang ke dunia angan yang tak bertepi dan tak berjurang, ingin rasanya jatuh saja kedalam lorong hitam gelap agar ku tak perlu repot dengan ini semua, hati ini berkecambuk resah gundah gulana. Gravitasi seakan semakin kuat menarik kita untuk jatuh tersungkur mencium bumi yang mulai tandus ini. Tapi apakah ini kan menjadi akhir dari dialektika panjang kehidupan yang dimulai sejak ruh   itu ditiupkan dalam rahim ibunda. Tentulah bukan, ini adalah indahnya kehidupan yang penuh nilai estetika. Hidup ini setelah jatuh bukanlah harus terus tersungkur dan menyerah tanpa harap untuk bisa bangkit lagi, karena kesucian dalam kehidupan bukanlah menyerah tanpa harap tapi bangkit lagi dengan penuh kepasrahan kepada Allah SWT dan penuh harap padaNYA hanya padaNYA.  ...

Sabrang Mowo Damar Panuluh

Semacam ada rasa canggung saat pertama kali meletakkan 10 jari ini pada keyboard, didalam pikiran terdapat banyak   sekali kata yang saling berebut untuk minta diketik pada Microsoft word, mereka saling berjubel diujung-ujung neuron (sel-sel saraf) seperti rakyat kita kala antri untuk beras murah dari pemerintah. Bahkan dari huruf yang membentuk kata, dari kata yang membentuk kalimat serta kalimat yang terangkai dalam bingkai panjang paragraph pun ada, mereka berdesak-desakan ingin keluar dari pikiran untuk ditulis dalam bentuk nyata berupa deretan huruf yang bisa dibaca. Bahkan mereka berteriak dalam imaji ku “keluarkan kami, keluarkan kami, kami bosan berada dalam pikiran mu, tolong keluarkan kami, lahirkan kami sebagai hal nyata yang bisa dibaca”, teriak salah satu kalimat dalam imaji tadi. Begitu gaduhnya pikiran ini hingga penulis yang dulunya sangat sabar dalam meredam mereka untuk keluar (karena malas nulis) akhirnya tak tahan lagi hingga terwujudlah kombi...

Sayap Kebebasan

Kebebasan mempunyai banyak makna dan arti, karena disetiap manusia mempunyai angan, persepsi, argumentasi yang berbeda yang telah terbentuk dalam diri mereka karena pengalaman yang telah mereka lalui, dari bacaan yang mereka mengerti. Disini kebebasan itu adalah sebuah karunia atau sebuah tujuan yang harus dicapai untuk mencapai tujuan yang lain. Karena saat diri kita terkekang, kita harus tahu cara menikmati kekangan itu hingga akhirnya yang awalnya kekangan menjadikan jalan untuk kebebasan.  Prinsip utama dalam kebebasan adalah tahu dimana itu batasan. Menjadi manusia yang bebas tetapi tidak tahu batas juga akan merenggut kebebasan orang lain. Prinsip dasar dari kebebasan yang dibahas adalah terbebas dari diskriminasi, penyempitan pemikiran yang membuat buta akan sesuatu, doktrin yang membelenggu pikiran dan hati, keadaan dimana kita harus benar-benar mampu bertahan dalam setiap kondisi yang ada. Sayap kebebasan adalah sebuah ide untuk kita mencapai tujuan kita dengan...