Meledak-ledak, semangat yang over, dan semua itu menjadikan aku manusia yang kurang presisi dalam menjalani hidup. Semua energi yang keluar tidaklah efektif, karena terlalu banyak yang dihamburkan.
2021 menjadi tahun biru bagi kami, sosok yang hebat itu telah pergi. Tugas yang beliau emban sekarang menempel dipundakku. Beliau telah mempersiapkan mentalku, mendidik ku menjadi lelaki yang bisa diandalkan.
Dulu aku adalah bom molotov yang dilempar siap membakar apapun, tapi aku sadar bukan menjadi molotovlah solusi dari kehidupan ini, aku harus menjadi perisai. Siap menghalau semua serangan yang ada, siap memukul mundur tanpa melukai.
Ibu merupakan orang yang ekspresif dalam bahasa cintanya, dia sering berkata lantang untuk mendidik kami, tapi itu semua berdasarkan cinta. Mungkin orang yang belum terlalu mengenal ibu, akan memandang ibu suka berkata keras.
Ibu mempunyai 2 anak laki-laki yang sedari kecil karena kami laki-laki pasti susah untuk diberikan nasehat untuk mandi, berangkat sekolah, berangkat ngaji dan sebagainya. Kebiasaan itupun terbawa padanya, itulah sebab ibu terlihat seperti orang yang ekspresif dalam menyampaikan kalimat.
Iya, akulah perisainya. Mungkin jika ada orang yang tidak suka padanya atas apapun perlakuan ibu, aku minta maaf.
Jika ada orang yang tidak suka lantas mau menyakiti ibu, tolong jangan lakukan itu, sakiti saja aku. Jika ada orang yang mau memukul dan menghantam ibu, pukul saja aku, hantam saja aku.
Ibu hanyalah wanita yang ekspresif dalam menyampaikan bahasa cintanya, tolong jangan salah pahami ibu. Tidak ada kebencian apapun dalam hatinya kepada siapapun.
Sakiti, pukul, hantam saja anaknya ini, tapi jangan wanita itu. Aku siap menjadi perisainya, aku siap menjadi apapun untuknya.
Komentar
Posting Komentar